wawan_septiawan
terimakasih telah berkunjung di blog sederhana ini
Cari Blog Ini
Kamis, 26 Desember 2013
Senin, 07 Oktober 2013
pembelajaran matematika kontekstual
PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL
(CTL)
MATA KULIAH : MATEMATIKA 2
OLEH
1. DWI HARSONO 125200005
2. WAWAN
SEPTIAWAN 125200019
3. PAMUNGKAS
GIGIH DWI. S 125200024
4. MIKI HARI
PRADIPTA 125200032
PROGDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS VETERAN
BANGUN NUSANTARA
SUKOHARJO
PEMBELAJARAN
MATEMATIKA KONTEKSTUAL (CTL)
A.
Pengertian Pembelajaran Matematika Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah pendekatan dengan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan (Nurhadi,2002:1). Pendekatan ini
mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau
pengetahuan baru sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir
yang dimilikinya. Maka pembelajaran matematika kontekstual adalah pembelajaran
matematika dengan pendekatan kontekstual. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa.
Beberapa ciri khas dalam pembelajaran matematika
kontekstual, antara lain, sebagai berikut:
1. Titik awal
proses pembelajarannya adalah penggunaan masalah berkonteks kehidupan nyata
(kontekstual) yang konkret atau yang ada dalam alam pikiran siswa.
2. Pembelajaran
ini menghindari cara mekanik yaitu berfokus pada prosedur penyelesaian soal.
3. Siswa
diperlakuakn sebagai peserta aktif dengan diberi keleluasaan menemukan sendiri
atau mengembangkan alat, model dan pemahaman matematis melalui penemuan dengan
bantun guru atau diskusi bersama teman.
B. Kunci Dasar
Pembelajaran Kontekstual
The Northwest Regional Education
Laboratory USA (dalam Asikin, 2003) mengidentifikasi adanya 6 kunci
dasar yang menentukan kualitas dari pembelajaran konteksatual, yaitu:
1. Pembelajaran
bermakna
Pembelajaran dirasakan sangat
terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran,
jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupan di masa
mendatang.
2. Penerapan
pengetahuan
Jika siswa mampu memahami apa yang
dipelajari maka siswa mendapat menerapkannya dalam tatanan kehidupan.
3. Berpikir
tingkat tinggi
Siswa diminta untuk berpikir kritis
dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.
4. Kurikulum
yang dikembangkan berdasarkan kepada standar
Isi pembelajaran harus dikaitkan
dengan standar lokal, nasional dan perkembangan IPTEK dan dunia kerja.
5. Responsif
terhadap budaya
Guru harus memahami dan menghormati
nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, sesama rekan guru dan masyarakat
tempat ia mendidik.
6. Penilaian
autentik
Berbagai macam strategi penilaian
digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang sesungguhnya meliputi:
penilaian proyek dan kegiatan siswa, dan panduan pengamatan disamping
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif menilai pembelajaran mereka sendiri.
C. Metode dan
Setrategi dalam Pembelajaran Kontekstual
Dalam pelaksanaannya rancangan pembelajaran mengacu
pada :
1. Pembelajaran
dimulai dari hal konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke yang sulit
dan dari yang sederhana ke yang kompleks,
- Pelaksanaan pembelajaran memperhatikan pengoptimalan media yang mengarah pada pelibatan siswa secara aktif baik fisik, mental maupun sosial.
Pembelajaran matematika kontekstual dapat menggunakan
beberapa media antara lain:
- LKS berkarakteristik CTL
LKS ini merupakan pendukung
pelaksanaan pembelajaran. Pengerjaan LKS ini dilaksanakan secara kelompok.
Media ini dibuat sebagaimana LKS yang sudah ada tapi berkarakteristik CTL,
dimana siswa diarahkan untuk melakukan penemuan (inquiry) dan pemecahan
masalah (problem solving).
2. Kartu
masalah
Media ini berupa kartu yang
mencantumkan masalah untuk diselesaikan oleh siswa. Permasalahan yang diangkat
adalah permasalahan sehari-hari yang berhubungan dengan penggunaan materi yang
diajarkan. Penggunaan kartu ini dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan ruang,
dan lingkungan belajar siswa tanpa menghilangkan esensinya.
3. Lingkungan
belajar
Penggunaan lingkungan belajar
merupakan salah satu solusi dari keterbatasan prasarana belajar. Pada
pelaksanannya digunakan beberapa benda yang ada di kelas sebagai media dan alat
peraga. Penggunaannya dikaitkan dengan penggunaan LKS. Beberapa benda yang
digunakan antara lain: meja, buku tulis, pigura dan lain-lain yang dimanfaatkan
siswa.
D. IMPLIKASI
Sebuah kelas dikatakan
menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Tujuh komponen tersebut adalah:
1. Contructivism
(Kontruktivisme)
Proses pembelajaran mengarahkan
siswa untuk membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif.
Siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Sedangkan guru bertugas untuk
memfasilitasi sehingga pengetahuan menjadi bermakna dan relevan bagi siswa
2. Inquiry (Menemukan)
Inquiry merupakan suatu rangkaian
kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan analisis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya.
3. Questioning (Bertanya)
Bertanya merupakan suatu kegiatan
pembelajaran yang berlangsung secara informatif untuk mendorong, membimbing dan
menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya akan mendorong siswa
sebagai partisipan aktif dalam proses pembelajaran.
4. Learning
Community (Masyarakat belajar)
Konsep ini menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan teman atau orang lain
(Nurhadi,2002:15).
5. Modelling (Pemodelan)
Pemodelan dalam sebuah pembelajaran
keterampilan atau pengetahuan tertentu maksudnya adalah adanya model yang
ditiru.
6. Reflection (Refleksi)
Refleksi merupakan respon terhadap
kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima (Nurhadi,2002:18).
7. Authentic
Assessment (Penilaian yang sebenarnya)
Assessment adalah
proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran mengenai
perkembangan belajar siswa (Nurhadi,2002:19). Penilaian yang dilakukan bukan
hanya karena bisa menjawab serangkaian pertanyaan di atas kertas, tapi juga
kemampuannya dalam mengaplikasikannya, inilah yang disebut authenthic.
Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa antara lain:
proyek kegiatan dan laporannya, presentasi atau penampilan siswa, demonstrasi,
dan tes tulis.
E. KESIMPULAN
Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan penerapan
pembelajaran cooperative tipe contextual teaching and learning (CTL) akan dapat
memberikan konstribusi dan sebagai salah satu strategi yang tepat dalam
penyampaian materi yang melibatkan siswa secara aktif tanpa kesan bahwa
matematika itu sulit dan kaku.
Pembelajaran CTL melibatkan tujuh komponen utama
yaitu: konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi, dan penilaian sebenarnya. Ketujuh komponen tersebut membangun
kerangka berfikir, dimulai dari fakta, data dan konsep. Penggunaan pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran matematika akan membantu siswa dan guru mencapai
tujuan pembelajaran secara maksimal.
Senin, 10 Juni 2013
makalah penjaskes
GERAK
DASAR FUNDAMENTAL
OLEH:
NAMA : WAWAN SEPTIAWAN
NIM : 125200019
KELAS : 1A
UNIVERSITAS
VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO 2012/2013
tentang sertifikasi
Pelaksanaan Sertifikasi Guru merupakan salah satu wujud
implementasi dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Tahun 2013 merupakan tahun ketujuh pelaksanaan sertifikasi guru yang telah
dilaksanakan sejak tahun 2007.Perbaikan penyelenggaraan sertifikasi guru terus
dilakukan dari tahun ke tahun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
Penyelenggaraan sertifikasi guru tahun 2013 ada beberapa
perubahan baik mekanisme penyelenggaraan maupun proses penetapan peserta.
Perubahan mekanisme penyelenggaraan, yaitu disampaikannya modul/bahan ajar
lebih awal kepada peserta PLPG sebelum mengikuti PLPG. Perubahan pada proses
penetapan peserta, yaitu penetapan peserta dilaksanakan setelah selesai uji
kompetensi dan uji kompetensi diikuti seluruh guru yang belum bersertifikat
pendidik dan telah memenuhi persyaratan, perangkingan dilakukan oleh sistem
yang terintegrasi dengan data base NUPTK dan dipublikasikan secara online, penetapan
sasaran/kuota berdasarkan keseimbangan usia dan keadilan proporsional jumlah
peserta antar provinsi.
A. Prinsip Sertifikasi Guru
1. Berkeadilan, semua peserta sertifikasi
guru ditetapkan berdasarkan urutan prioritas usia, masa kerja, dan
pangkat/golongan. Guru yang memiliki rangking atas mendapatkan prioritas lebih
awal daripada rangking bawah.
2. Objektif, mengacu kepada kriteria peserta
yang telah ditetapkan.
3. Transparan, proses dan hasil penetapan
peserta dilakukan secara terbuka, dapat diketahui semua pihak yang
berkepentingan.
4. Kredibel, proses dan hasil penetapan
peserta dapat dipercaya semua pihak.
5. Akuntabel, proses dan hasil penetapan
peserta sertifikasi guru dapat dipertanggungjawabkan kepada pemangku
kepentingan pendidikan secara administratif, finansial, dan akademik.
B.
Aspek kompetensi yang diujikan
1.
Kompetensi Pedagogik (30%)
Standar kompetensi
pedagogik sesuai dengan Permendiknas sebagai berikut:
a.
Mengenal karakteristik dan potensi peserta didik
b.
Menguasasi teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif
c.
Merencanakan dan mengembangkan kurikulum
d.
Melaksanakan pembelajaran yang efektif
e.
Menilai dan mengevaluasi pembelajaran
2.
Kompetensi Profesional (70%)
a.
Penguasaan materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
b.
Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif
c.
Konsistensi penguasaan materi guru antara content dengan performance:
- Teks, konteks, & realitas
- Fakta, prinsip, konsep dan prosedur
- Ketuntasan tentang penguasaan filosofi, asal-usul, dan aplikasi ilmu
Langganan:
Postingan (Atom)